Literasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki tiga makna.
Pertama, literasi itu sebagai kemampuan menulis dan membaca.
Makna kedua, literasi itu sebagai pengetahuan ataua keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu.
Terakhir, literasi dimaknai sebagai kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup.
Jadi dapat ditarik titik temu bahwa literasi sebagai kecakapan seseorang dalam mengetahui jalan keluar setiap hambatannya.
Jika disandingkan dengan kepemiluan, maka literasi kepemiluan menjadi aktivitas kemampuan seseorang menjawab segala persoalan tentang pemilihan umum (pemilu).
Proses kepemiluan di Indonesia memiliki rangkaian aktivitas yang cukup padat.
Mulai dari proses pendaftaran, verifikasi hingga pemilihan dan perhitungan suara.
Tidak sampai di sini, masih banyak rangkaian proses yang dapat dikritisi sebagai masyarakat untuk melihat jalan proses demokrasi yang kredibel.
Penyelenggara telah menyusun sedemikian rangkaian agenda kepemiluan.
Penyelenggarapun tetap diawasi oleh lembaga yang ada yaitu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Muara akhir pengawasan penyelenggaraan pemilu adalah tentunya di tangan masyarakat sebagai pemilik kedaulatan.
Kedaulatan negara ditentukan dari proses demokrasi yang sehat. Prosesnya tidak boleh menjadi timpang bahkan diabaikan oleh norma-norma intern.
Kepentingan masyarakat banyak harus menjadi titik ukur dalam menjunjung kualitas proses pemilu yang langsung dan bersih.
Penyelenggaraan pemilu tidak boleh dikotori oleh oknum penyelenggara, peserta pemilu, dan tentunya masyarakat.
Masyarakat di sini tentunya kita semua, sebagai pemilih yang harus cerdas dalam memilih kontestan pemilu 2024 nanti.
Hal teknis yang sering menjadi masalah yang berulang adalah tentang Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Semua pemilih harus paham apa sudah terdaftar sebagai pemilih tetap atau menjadi Daftar Pemilih Khusus (DPK).
Masyarakat harus aktif untuk memahami tentang datanya sebagai pemilih.
Satu suara masyarakat itu memiliki peranan penting dalam menentukan orang-orang yang akan terpilih di tahun 2024.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indoensia dalam rapat pleno terbuka, 2 Juli 2023 tentang Rekapitulasi DPT Nasional 2024.
Data dari Komisi Pemilihan Umum tentang jumlah pemilih muda pada tahun 2024 yaitu 52 persen atau 106.358.447 jiwa (Tempo.co, 2024).
Jumlah ini sangat besar karena melebihi setengah dari jumlah DPT yaitu 204.807.222 jiwa.
Oleh karena itu, pemilih muda harus memainkan peran aktifnya sebagai pemilih untuk menentukan pilihan terbaiknya.
Peran pemilih muda, harusnya aktif sebagai subyek mulai saat ini.
Apa saja yang dapat dilakukan para pemilih muda di antaranya dengan aktif mengenal para kontestan pemilu sejak dini.
Mengenal para kandidat sangat penting dilakukan agar tidak menyesal saat mengetahui kandidatnya ternyata menjadi pemenang.
Selain itu, dalam teknis penyelenggaraan pemilu nanti, pemilih muda dapat turut serta menjadi Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS).
Kesempatan ini terbuka lebar disebabkan syarat KPPS harus berusia maksimal 50 tahun.
Selain KPPS, pemilih muda dapat aktif menjadi Pengawas Pemilu (Panwaslu) atau menjadi pemantau sebagai bentuk pengawasan partisipatif bagi pelaksanaan pemilu.
Pemilih muda harus punya tekad untuk membuat suasana kondusif.
Tidak mudah terperangkap isu hoaks yang dapat memecah belah persatuan.
Hakikat dari pemilu itu mempersatukan perbedaan.
Bukan malah dengan adanya pemilu, maka kita menjadi terkotak-kotak bahkan yang paling ekstrim merusak fasilitas umum yang tidak perlu dirusak.
Pemilih muda ini menjadi pengontrol dalam pemilu. Aparat keamanan tentu bersiap siaga, namun jumlahnya terbatas.
Kesadaran utama agar terciptanya pemilu damai tentu dari kita semua masyrakat.
Ada tiga hal penting agar pemilu ini dapat berjalan baik. Pertama, keikutsertaan semua pihak.
Partispasi masyarakat sangat penting dalam menyukseskan pemilu damai.
Partispasi dari diri sendiri sangat dibutuhkan tanpa harus dipaksa.
Kesadaran untuk turut membuat pemilu berhasil ada di tangan kita semua.
Jika masyarakat tidak peduli, malah kerugian besar yang kita dapatkan.
Berapa anggaran yang telah dikeluarkan untuk pemilu, belum lagi jika yang terpilih bukan dari keterwakilan masyarakat atau dengan kata lain hanya keterwakilan kelompok tertentu, maka semua itu hanya sia-sia semata.
Bukan hanya KPU yang berupaya meningkatkan partisipasi masyarakat.
Kita harus sadar sejak dini dan peduli untuk menghadapi pemilu yang sedang berjalan prosesnya sampai saat ini.
Transparansi menjadi hal pokok kedua yang harus ada dalam pemilu. Suksesnya pemilu tahun 2024, ditentukan dari tranparansi dari semua unsur.
Penyelenggara, peserta pemilu dan masyarakat punya tugas untuk menciptakan transparansi itu.
Sehingga keterbukaan untuk memberi semua pihak jaminan bahwa pemilu itu bersih dan jujur harus ditegakkan.
Pengawasan yang bukan hanya selesai dibawah karpet, tetapi terus dikawal hingga tidak ada yang perlu ditutup dalam hal transparansi pemilu ini.
Akutabilitas menjadi hal penting ketiga yang harus dimiliki penyelenggara, peserta pemilu dan tentunya masyarakat.
Penyelenggara harus membentengi dirinya dari hal-hal yang merusak pemilu.
Karena nila setitik rusak susu sebelanga harus menjadi penyadar bagi penyelenggara.
Saat merusak kualitas demokrasi dalam pemilu, maka akan merusak seluruh rangkaian pemilu yang telah berjalan.
Ini harus menjadi pegangan dasar bagi penyelenggara dari unsur pimpinan sampai ke tingkat staf bahkan di tingkat KPPS.
Peserta pemilu juga demikian sama dengan penyelenggara. Peserta pemilu baik secara institusi partai atau individu, tidak boleh ada niat atau bahkan melakukan kecurangan dalam pemilu.
Pelanggaran-pelanggaran tersebut jika dilakukan, akan mengurangi kualitas kemenangannya jika memenangi pemilu namun dibarengi dengan pelanggaran walau pelanggarannya kecil.
Tentu harapan masyarakat, pemilu itu berjalan bersih dan jujur.
Jika sudah terlaksana hal baik tersebut, siapapun pemenang pemilu, pasti akan didukung dan direstui oleh seluruh masyarakat.
Terakhir, yang menjadi peran sentral kesuksesan pemilu yaitu masyarakat sendiri.
Masyarakat harus cerdas. Kita tidak mempertaruhkan pemilu untuk hidup sehari bahkan sebulan.
Kita sedang memilih perwakilan yang akan bekerja untuk masyarakat selama lima tahun. Masyarakat harus paham dan sadar, bahwa pemilu adalah pesta rakyat.
Ibarat kita punya, maka sudah tentu kita tidak akan merusaknya.
Pemilu hajatan lima tahunan masyarakat. Penyelenggara, peserta pemilu, dan masyarakat punya tugas masing-masing.
Namun semua tugas tersebut muara akhirnya akan kembali bagi kita semua yaitu masyarakat. Pemilu bukan hanya sekedar pemimpin atau keterwakilan kita saja.
Ada proses-proses pemilu yang mestinya lebih harus dijaga dan dikuatkan bersama.
Kata bijak, hasil tidak akan mengkhianati proses.
Hasil pemilu yang baik, tergantung dari proses pemilu yang saat ini berjalan hingga adanya ketetapan hasil resmi pemilu.
Menang dan kalah dalam kontestasi pemilu bukan akhir dari kehidupan kita.
Hidup harus tetap berjalan, dukung program yang baik dan kritik jika ada kekeliruan.
Itu semua bagian dari proses demokrasi yang kita lakukan sampai saat ini.
Harapnya pemilu ini berjalan baik dan kondusif. Tentu itu semua tergantung kita sendiri sebagai pemilik pesta pemilu di tahun 2024 besok.(*)
