M Kafrawy Saenong
Peneliti Lembaga Studi Kebijakan Publik
Sebagai perwakilan rakyat di lembaga legislatif, masyarakat memiliki hak untuk mengetahui informasi mengenai para calon anggota legislatif (caleg) yang akan mereka pilih.
Namun sayang sekali, tidak semua caleg memiliki itikad baik untuk membuka data daftar riwayat hidupnya kepada masyarakat.
Walau hal ini tidak menggambarkan seluruh para caleg, namun masih ada partai politik peserta pemilihan umum (pemilu) yang seluruh calegnya menolak untuk membuka daftar riwayat hidupnya kepada publik.
Hal ini terkesan akan menjadi pemilu bagi para caleg yang tertutup. Baliho dan spanduk yang tersebar di setiap sudut kota ternyata tidak sesemarak keterbukaan informasi para caleg kepada publik di laman Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Data dari Kompas (5/11) melaporkan bahwa dari 9.917 caleg, hanya 2.975 caleg atau setara dengan 30 persen yang bersedia membuka informasi yang dapat diakses oleh masyarakat dalam laman resmi KPU. Masih ada 70 persen caleg yang enggan membuka data informasinya kepada publik.
Hal itu mengindikasikan para caleg yang tidak mempublikasi data dirinya tersebut belum memiliki komitmen atas transparansi data sebagai calon pejabat publik.
Dengan kata lain, para caleg tersebut belum mampu menerapkan prinsip demokrasi yang substansial terkait akuntabilitas.
Selain itu, caleg yang sok misterius ini abai dengan pepatah, tidak kenal maka tak sayang, sebagai nilai masyarakat Indonesia untuk membangun hubungan personal, khususnya pada para caleg yang akan mewakili kita di lembaga terhormat.
Dalam konteks Pemilu 2024, setidaknya caleg memiliki keuntungan saat berkomitmen dalam keterbukaan informasi tentang partai dan dirinya. Pertama, berbeda dengan pemilu sebelumnya, masa kampanye Pemilu 2024 hanya 75 hari.
Periode kampanye ini tentu lebih singkat dari pemilu 2019 yang mencapai 203 hari. Singkatnya waktu masa kampanye atau periode mempromosikan diri tersebut tentu akan sangat membantu para caleg jika membuka data informasi dirinya ke publik.
Kedua, masa pelaksanaan pemilu legislatif (pileg) yang bersamaan dengan pemilihan presiden (pilpres) tentu juga mempengaruhi kuantitas informasi yang beredar di publik yang cenderung didominasi oleh kontestasi para capres dan cawapres.
Dengan kata lain, pileg akan cenderung terabaikan oleh publik karena keterbatasan informasi para caleg dan isunya akan ditenggelamkan dengan informasi pilpres.
Ketiga, caleg yang merupakan representasi partai politik yang seharusnya menjalankan fungsi parpol sebagai media sosialisasi kepada masyarakat.
Senada dengan fungsi parpol, Ramlan Surbakti (2010) mengingatkan bahwa sosialisasi yang dilakukan para kandidat menjadi proses membentuk sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat.
Sehingga para caleg yang menutup data dirinya tentu mempresentasi sikap dan komitmen parpolnya dalam membangun hubungan kuat dengan para konstituennya.
Meskipun demikian, beberapa caleg mencoba membangun hubungan dengan konstituennya dengan memanfaatkan ruang-ruang untuk dikenal di masyarakat.
Saat menjelang pemilu, para caleg berlomba untuk membuat rumah aspirasi namun tidak bernarasi. Rumah tersebut hanya sebagai sarana untuk rumah pemenangannya saja.
Sejatinya, rumah aspirasi itu menjadi rumah besar masyarakat untuk menyampaikan masukan dan gagasan kepada para calon kontestan untuk dibawa saat terpilih sebagai wakil rakyat. Rumah aspirasi jangan hanya menjadi pajangan saat menjelang pemilu saja. Namun pasca pemilu, rumah aspirasi para kandidat hilang satu persatu.
Berbagai studi menunjukkan adanya hubungan kuat antara pengenalan pemilih pada caleg dengan preferensi pada saat hari pemilihan.
Hal ini dapat dibuktikan dengan para kandidat artis lebih mudah terpilih disebabkan informasi dirinya yang begitu banyak diketahui oleh masyarakat.
Jalan ini bisa digunakan oleh para calon wakil rakyat. Tentu jalan tersebut tidak mudah, menjadi seperti artis instan yang hanya mengejar popularitas untuk pemilu.
Sebaliknya, dengan memberi informasi seluas-luasnya bisa dijadikan jurus seperti cara kandidat saat ini yang berasal dari golongan artis-artis papan atas. Jalan yang ditempuh artis atau jalan membuka diri pada informasi publik memang bukan cara mudah untuk dikenal di masyarakat.
Setidaknya contoh ini bisa menjadi syarat agar terpenuhinya informasi sebanyak-banyak tentang para kontestan pemilu 2024 mendatang.
Tidak ada prediksi tentang siapa yang akan menang dalam pemilu besok. Setidaknya, keterbukaan informasi tentang pribadi caleg, merupakan upaya yang membuatnya lebih mudah dikenal yang tentunya dapat menguatkan hubungan dengan masyarakat dalam jangka panjang.
Masyarakat harus aktif agar lebih mengenal caleg atau kandidat jujur dan berkualifikasi wakil rakyat sejak dini.
Tentu kita ingin memilih yang kita tidak kenal. Kenalilah para calon wakil kita. Kehidupan lima tahun mendatang, menjadi tugas mulia yang akan diberikan untuk para kontestan pemilu dari masyarakat.
Masyarakat akan menaruh aspirasinya kepada wakil rakyat yang akan menata kehidupan bernegara di masa mendatang.
Oleh karena itu, masyarakat mesti tercerahkan agar tidak salah pilih pada pemilu 2024 esok.
Setidaknya ada empat alasan fundamental transparansi data diri caleg. Pertama, akuntabilitas kepada pemilih.
Memberikan informasi pribadi secara terbuka menumbuhkan akuntabilitas kepada pemilih, memungkinkan mereka untuk menilai latar belakang, kualifikasi, dan nilai kandidat.
Kandidat yang membuka data diri besar kemungkinan adalah caleg berkualitas dan percaya diri bekerja untuk rakyat. Kedua, keterbukaan data caleg dapat meningkatkan kepercayaan pada demokrasi.
Kandidat yang transparan berkontribusi pada proses pemilihan yang dapat dipercaya secara keseluruhan, memperkuat kepercayaan pada prinsip dan institusi demokrasi.
Ketiga, keterbukaan data diri caleg memudahkan pemilih dalam proses pengambilan keputusan. Pemilih membutuhkan informasi yang komprehensif untuk membuat pilihan yang diharapkan.
Data kandidat terbuka memastikan pemilih diperlengkapi dengan baik untuk memilih perwakilan yang selaras dengan nilai-nilai mereka.
Terakhir, transparasi data diri caleg dapat berkontribusi pada pencegahan korupsi. Pengungkapan keuangan yang transparan membantu mencegah korupsi, memungkinkan pemilih untuk meneliti kepentingan keuangan kandidat dan potensi konflik.
Caleg yang membuka data diri mengindikasikan komitmen kuat mereka untuk membangun upaya pencegahan upaya korupsi sejak awal yang tentu sangat kita butuhkan pada kondisi bangsa yang makin krisis saat ini.
Diakui atau tidak, banyak kemenangan dalam kandidat pemilu karena dikenalnya atau mudah diketahui oleh masyarakat. Kandidat bisa saja ngecap di sana dan di sini, yang bertujuan agar mudah dikenal dan akan dipilih nantinya.
Dari wujud kedekatan dengan masyarakat itulah, para wakil rakyat harus mendorong dirinya untuk bekerja semata-mata untuk rakyat. Paul D. Kenny (2019) mengulas dalam bukunya mengapa orang popular di Asia dan sekitarnya bisa menang dalam kontestasi, itu semua disebabkan di antaranya karena keterbukaan informasi mengenai dirinya di masyarakat. Masihkah mau menutup diri hai para calon wakil rakyat?(*)
Sumber: https://makassar.tribunnews.com/2023/11/22/urgensi-keterbukaan-informasi-diri-caleg?page=3